Masih ingat ajang olahraga terbesar se-Asia, ya Asian Games yang sudah berakhir. Begitu juga dengan Asian Paragames sudah terlaksana dengan baik. Kedua ajang yang meninggalkan kesan di hati kita masing-masing. Euforia saat pertandingan membuat rasa bangga di hati kita semua.
Selain rasa bangga, kedua event berskala internasional ini melahirkan kebijakan paling kontroversial tahun ini. Yups, perluasan skema ganjil genap, kita flash back sedikit tentang kebijakan ini. Sejak ujicoba pertama kali diberlakukan secara resmi, kebijakan ini banyak mengundang opini yang terus berkembang. Sudah tidak heran lagi lah segala kebijakan pemerintah pasti mendapat suara minor. Begitu juga dengan kebijakan ganjil genap ada banyak sekali suara-suara minor, di antaranya:
- Bikin ribet
- Jadi tidak bebas kemana-mana setiap hari
- Jadi repot cari jalan alternatif
Kurang kebih seperti itulah curhatan para pengguna jalan saat pertama kali kebijakan ini akan diberlakukan. Tapi meski ada suara-suara minor ada opini lain yang bergema dengan keras. Kenapa? Karena kebijakan ini membawa dampak yang luar biasa. Setidaknya ada 3 hal yang dapat kita ambil hikmah dari kebijakan inisiatif Badan Pengelola Transportasi Jabotabek (BPTJ) yaitu:
Pengorbanan
Pengorbanan dilakukan oleh semua yang menggunakan mobil pribadi sehari-hari. Mereka tidak bisa bebas membawa kendaraan setiap hari. Meskipun membayar pajak untuk setahun, tapi jika digunakan hanya di Jakarta saja, maka kita hanya bisa menggunakan mobil 182 hari dalam setahun. Aha, pengorbanan lain adalah kita harus mulai membiasakan diri ke moda transportasi publik. Kalau saya sih sudah terbiasa, bahkan saya sangat senang menggunakan moda transportasi publik. Berdasarkan pengalaman saya, moda transportasi publik sudah cukup nyaman, saya tinggal menyesuaikan lokasi yang saya tuju. Jika lokasi lebih dekat dengan stasiun saya akan naik KRL tapi jika lokasi lebih dekat dengan halte Bus Trans Jakarta (TJ) saya akan naik TJ.
Umpan Balik (Dampak)
Di sinilah pikiran kita terbuka bahwa setiap pengorbanan akan mendatangkan kebahagiaan. Di balik kesulitan selalu ada kemudahan. Pengorbanan yang kita lakukan ternyata menghasilkan sederetan dampak baik.
Salah satu dampak baiknya adalah akselerasi kecepatan rata-rata kendaraan. Pak Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), mengatakan bahwa “Kecepatan rata-rata kendaraan di Jakarta meningkat dari 21 km/jam menjadi 45 km/jam. Adapun waktu tempuh menurun hingga 50%. Ini adalah bukti pengorbanan kita tidak sia-sia. Kendaraan dapat melaju lebih cepat sehingga waktu jadi lebih efisien. Kondisi itupun dapat kita nikmati saat kita mendapat giliran untuk menggunakan kendaraan pribadi”.
Jika Kepala BPTJ sampai mengklaim seperti itu, maka secara nyata pengorbanan kita juga turut membantu mengurai kemacetan yang selama ini menjadi momok di kota yang berada di posisi 19 kategori kota termacet di dunia.
Dampak lainnya adalah penurunan emisi karbon yang cukup signifikan. Udara Jakarta yang terkenal dapat menyebabkan pengguna jalan mudah sesak karena polusinya, akhirnya berangsur-angsur membaik dengan adanya skema ganjil genap. Emisi karbon turun hingga 28% berdasarkan data BPTJ. Bahkan kalau kita perhatikan, karena polutan di udara berkurang, langit Jakarta lebih biru, lebih indah, dan lebih cerah lho. Tapi lihatnya jangan pas mendung ya. Coba pikirkan, dengan udara yang baik, ada berapa jumlah paru-paru di Jakarta yang tertolong dengan pengorbanan kita mengikuti kebijakan skema ganjil genap ini? Lagi-lagi pengorbanan sederhana kita ternyata berdampak luar biasa. Paru-paru yang tertolong itu juga termasuk paru-paru kita sendiri lho.
Efek yang Saling Berhubungan
Hal terakhir yang dapat kita kaji adalah efek yang saling berhubungan dari dampak-dampak yang dihasilkan kebijakan skema ganjil genap dan pengorbanan kita sendiri. Melihat data dari BPTJ volume kendaraan di jalanan yang berkurang sekitar 30% ternyata tidak hanya berdampak pada kenikmatan akselerasi kecepatan rata-rata kendaraan, tapi ini juga berhubungan dengan angka kecelakaan yang menurun hingga 20%. Sederhananya kalau semisal rata-rata kecelakaan itu 10 dalam sebulan, kita sudah menolong 2 orang. Lalu pengorbanan kita untuk beralih moda transportasi menjadikan jumlah penumpang kereta rel listrik (KRL) naik sebesar 20%. Bahkan, penumpang bus Transjakarta meningkat hingga 40%. Dengan demikian kita telah membantu memberikan pemasukan lebih pada negara dan perawatan transportasi publik. Pak Bambang Prihandono pun mengatakan terkait dampak ekonominya, ganjil genap dapat menghemat bahan bakar minyak mencapai Rp14 triliun per tahun. Luar biasa kan?
Pengorbanan kita untuk mengamini kebijakan perluasan skema ganjil genap dengan menaati aturan dan berpindah moda transportasi dari transportasi pribadi ke transportasi publik ternyata memberikan keuntungan luar biasa. Keuntungan yang tidak hanya dirasakan oleh kita sendiri, tapi juga orang lain, bahkan keuntungan untuk negara kita. Baiknya pengorbanan ini terus kita jaga. Tularkan ke orang di sekitar kita agar mereka sadar bahwa kebijakan perluasan skema ganjil genap adalah kebijakan baik untuk membuat kita menjadi manusia baik dan tinggal di lingkungan yang lebih baik. Kalau kita semua punya kesadaran yang sama seperti ini, ganjil genap dipermanenkan pun, kita pasti setuju aja ya kan? Karena kita yang sadar pasti tahu, kebijakan ganjil genap bikin Jakarta lebih mantap.
Aku dong sudah senang naik moda transportasi publik demi mengurangi kemacetan dan polusi udara. #AyoNaikBus Bareng, #AnakKota pasti suka naik bus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir dan berkomentar. Komentar spam akan saya hapus.