Tanggal 2 Agustus 2018 saya hadir di acara “Ngopi Bareng BPJS”. Hadir sebagai narasumber:
1. Nopi Hidayat - Kepala Humas BPJS Kesehatan
2. Agus Pambagio - Pengamat Kebijakan Publik
3. Chazali Situmorang - Pengamat Asuransi Kesehatan
4. Budi Mohammad Arief - Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan
Saya jadi tahu bahwa beberapa waktu lalu sudah terbit peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan yang mengatur:
1. Penjaminan Pelayanan Operasi Katarak
2. Bayi Baru Lahir
3. Rehabilitasi Medis
Merupakan langkah BPJS Kesehatan untuk Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan keberlangsungan program JKN-KIS.
“Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari rapat tingkat menteri awal tahun 2018 yang membahas tentang sustainibilitas program JKN-KIS di mana BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektifitas pembiayaan”. Ini di jelaskan oleh Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief.
“Faktanya BPJS Kesehatan tetap menjamin biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medis hanya saja kami ingin menyempurnakan sistem yang sudah ada agar pelayanan kesehatan bisa berjalan lebih efektif serta memperhatikan kemampuan finansial BPJS Kesehatan”. Lanjut Pak Budi di acara ngopi bareng BPJS.
Pak Budi juga menjelaskan BPJS telah melakukan analisa pelayanan kesehatan yang berbiaya tinggi pada tahun 2017 di antaranya pelayanan:
- Jantung
- Kanker
- Cuci darah
- Bayi baru lahir biayanya mencapai 1,17 triliun. Katarak 2,65 triliun dan rehabilitasi medis sebesar 965 miliar.
Dari analisa tersebut maka untuk memenuhi prinsip ekuitas dalam penyelenggaraan JKN-KIS, BPJS Kesehatan melakukan prioritas prosedur penjaminan pada pelayanan katarak, bayi baru lahir dan rehabilitasi medis menyesuaikan dengan kapasitas dana jaminan sosial melalui implementasi 3 peraturan.
“BPJS kesehatan sama sekali tidak mengatur ranah medis. Misalnya dalam kasus bayi lahir sehat kami setuju bahwa semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal dari tenaga medis. Namun mekanisme penjaminan biaya bayi sehat dan penanganan bayi yang sakit atau butuh penanganan khusus sudah pasti berbeda,” kata Pak Budi.
Sampai dengan 1 Agustus 2018 terdapat 200.290.408 jiwa penduduk Indonesia yang telah menjadi peserta JKN-KIS. Dalam memberikan pelayanan kesehatan sampai dengan akhir Juli 2018, BPJS kesehatan telah bekerjasama dengan 22.365 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) 2.418 Rumah Sakit dan klinik utama. 1.579 apotek dan 1.081 optik.
Budi berharap ke depannya mitra fasilitas kesehatan juga dapat menjadikan efektivitas dan efisiensi sebagai prinsip utama dalam memberikan pelayanan kesehatan. Jika hal tersebut diimplementasikan dengan maksimal, maka seluruh pihak masing-masing akan mendapatkan benefitnya. Peserta JKN-KIS akan merasa puas karena terlayani dengan baik, fasilitas kesehatan kian sejahtera, dan program JKN-KIS dapat terus berkelanjutan memberi manfaat dan meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia.
Dengan diimplementasikan 3 peraturan, manfaat tetap diberikan dengan disesuaikan kondisi keuangan saat ini. Hanya saja dalam peraturan tersebut ditegaskan pentingnya standar pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS. Tentunya peraturan tersebut dalam rangka kesinambungan program agar masyarakat Indonesia termasuk peserta yang harus mendapatkan pelayanan kesehatan berbiaya tinggi lainnya dapat terus merasakan manfaat dari adanya program JKN-KIS.
Pak Agus Pambagio mengatakan “BPJS adalah badan, beroperasi atas perintah, peraturan UUD. BPJS memberikan pelayanan pada masyarakat dengan menggunakan APBN dan iuran dari masyarakat. BPJS tidak boleh keluar dari perintah Menkes. BPJS pelayanan sejuta umat, jangan gunakan sebagai sumber pendapatan”.
Saat ini ada 13 juta peserta BPJS yang pasif membayar. Peserta BPJS yang sudah sehat dan tercover pembayarannya tidak meneruskan membayar iuran. Langkah yang diambil BPJS bekerjasama dengan Departemen Ketenagakerjaan untuk menjadi peserta dengan rutin membayar iuran per bulannya melalui gaji. Juga mengingatkan para kader BPJS untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui SMS atau WA untuk saling mengingatkan agar melakukan pembayaran iuran BPJS.
Pak Chazali selaku Pengamat Asuransi Kesehatan menjelaskan bahwa untuk pelayanan rumah sakit terkadang seharusnya pasien bisa menggunakan obat generik dengan khasiat sama, mengapa harus direkomedasikan obat dengan harga mahal. Dan untuk katarak harus ada standarisasi. Tidak semua pasien katarak harus dioperasi. Begitu juga dengan pasien fisioterapi.
“Tujuan seorang dokter harus melayani, mengobati pasien dengan sebaik-baiknya. Memang nggak terlepas dari imbalannya ya, tapi jangan sampai di luar batas. Sebisa mungkin kualitas pelayanan dipertahankan, efektif dan efisen juga tetap diperhatikan. BPJS Kesehatan harus menentukan target kemampuannya untuk melayani. Asuransi kesehatan di mana-mana begitu kok. Jadi memang kita inginkan pelayanan terbaik tapi harus sesuai dengan kemampuan kita. Nggak bisa di luar kemampuan kita paksakan,” tegas Pak Chazali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir dan berkomentar. Komentar spam akan saya hapus.