Senin, 13 Februari 2017

Stop Iklan Rokok !

 Keren Tanpa Rokok

Beberapa kali saya bertemu anak kecil usia sekolah dasar merokok dengan santainya, saat lagi istirahat di lokasi kolam renang. Pernah juga waktu saya berbelanja  di warung, ada anak dengan seragam putih merah membeli 2 batang rokok seharga Rp 2000. Mereka berani membeli rokok secara sembunyi-sembunyi dan kemungkinan mereka membeli rokok tanpa sepengetahuan orang tuanya. Apa yang menyebabkan mereka terpengaruh ingin sekali merokok? Ternyata salah satunya iklan rokok di TV yang berkali-kali tayang, dan membuat kita hafal bahkan kadang tanpa sengaja menyebutnya, salah satunya “Pemberani dan Tangguh” iklan dari salah satu rokok.

Yuk Dukung Stop Iklan Rokok

Kemarin tanggal 10 Februari 2017 bertempat di Will’s Kitchen, Veranda Hotel yang terletak di Jalan Kyai Maja no. 63 Blok M Jakarta Selatan, saya hadir di acara talk show yang membahas tentang “Mengapa Iklan Rokok Seharusnya  Tidak Ada? Acara ini dihadiri  oleh figur publik yang patut dijadikan contoh bagi masyarakat bahwa tidak seharusnya kita menerima begitu saja informasi dalam iklan rokok dan bahwa seharusnya iklan rokok dilarang total di semua media penyiaran. Para narasumber yang hadir diantaranya:
1.       Sarah Sechan
2.       RTM Masli
3.       Muhammad Joni
4.       Soekarno Ekki
5.       Moca Pramita
Rokok adalah zat adiktif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 113 ayat 2 yang secara tegas menyatakan bahwa produk tembakau padat, cair dan gas bersifat adiktif. Rokok sebagai produk adiktif mengandung 7000 bahan kimia, 70 diantaranya bersifat karsinogenik (Surgeon General, USA, 2010) dan merokok merupakan penyebab kematian terbesar di dunia.
Setelah semua berkumpul acara dimulai oleh moderator  Moca Pramita yang mengajak seluruh peserta selfi sambil berkata STOP IKLAN ROKOK. Narasumber pertama yang disapa adalah Sarah Sechan seorang figur publik sekaligus ibu seorang anak yang berusia remaja. Pertanyaan dari Moca untuk Sarah “Bagaimana cara menegur orang yang sedang merokok di tempat umum”? Sarah menjelaskan bahwa pernah di tempat parkir saat bersama anaknya ada yang merokok. Sarah berusaha sesantun mungkin berkata “Maaf pak saya sudah duluan berada di sini dan ada keperluan bersama anak saya, tolong jangan merokok di sini”. Walaupun itu tempat umum tapi kita berhak menegur demi kesehatan anak-anak kita.
Karena seperti kita ketahui ada Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 59 dan pasal 67 yang jelas mengatakan bahwa “Anak yang menjadi korban zat adiktif dikategorikan sebagai anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Negara dan pemerintah wajib bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi kepada anak yang menjadi korban zat adiktif termasuk rokok”.

Soekarno Ekki (PenggagasIDPF) & Pak Masli 
(Praktisi Periklanan)

Lanjut ke narasumber kedua Bapak RTM Masli, seorang praktisi periklanan yang sudah berpengalaman selama  40 tahun. Menurut Pak Masli orang Indonesia itu kreatif, semakin dilarang akan semakin pintar mencari celah. Apa yang kita lihat dari iklan rokok adalah iklan rokok yang mempengaruhi dan berusaha meningkatkan konsumsi rokok dengan cara seakan-akan merokok itu baik, keren dan hebat.
Seperti kata literatur tentang iklan rokok, untuk meningkatkan konsumsi rokok dengan cara:
1.       Menciptakan kesan bahwa pengguna rokok adalah sesuatu yang baik dan biasa.
2.       Mendorong perokok untuk meningkatkan konsumsinya.
3.       Mengurangi motivasi orang untuk berhenti merokok.
4.       Mendorong anak-anak untuk mencoba merokok.
5.       Mengurangi peluang diskusi terbuka tentang bahaya rokok karena adanya pendapatan dari iklan industri rokok (US Surgeon General dalam Komisi Nasional Perlindungan Anak 2012).
Masih menurut Pak Masli “Lemahnya pengaturan iklan rokok dan agresivitas iklan dan promosi rokok di media penyiaran berdampak pada meningkatnya prevalensi perokok anak. Bahkan menurut Survei  Sosial Ekonomi Nasional 2004 dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun perokok remaja usia antara 10-14 tahun meningkat hampir 2 kali lipat, yaitu 9,5 % pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010. Dan 70% perokok mulai merokok sebelum usianya mencapai 19 tahun.
Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang mengatur iklan rokok di media penyiaran hanya membatasi bahwa iklan rokok tidak boleh menampilkan wujud rokok. Pada prakteknya aturan ini malah menjadi justifikasi keberadaan iklan rokok di media penyiaran. Indsutri rokok dengan sangat kreatif mengemas materi iklan rokok dengan mengasosiasikan merokok dengan citra keren, gaul, macho, setia kawan, percaya diri dan sebagainya, sehingga seolah-olah merokok itu mempresentasikan diri sesuai dengan citra yang ditampilkan dalam iklan rokok.
Tabel Iklan Rokok Di Televisi

Oleh karena itu iklan dan promosi rokok di media penyiaran haruslah dilarang secara menyeluruh sebagai usaha pencegahan anak menjadi perokok pemula agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan hak konstitusionalnya.
Berbagai studi menunjukkan bahwa iklan rokok mempengaruhi persepsi remaja tentang rokok dan perilaku merokok. Di Indonesia 92% remaja putri pernah melihat iklan rokok di televisi dalam berbagai bentuk, termasuk sponsorship di acara budaya dan olahraga, sehingga memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk merokok dibanding mereka yang kurang mendapat paparan pesan rokok (Laporan SEATCA 2009). Sedangkan pada remaja putra, mereka yang merokok meningkat dari 13,7% pada tahun 1995 menjadi 38,4% pada tahun 2010 (TCSC-IAKMI 2012). Iklan rokok di televisi banyak muncul di acara-acara berklasifikasi R-BO (Remaja - Bimbingan orang tua) yang sudah dimulai jauh sebelum pukul 21.30. Dengan demikian anak-anak dan remaja yang menonton acara tersebut akan terpapar iklan rokok saat menonton tayangan favoritnya di televisi.
Soekarno Ekki sebagai pemain drum sekaligus penggagas Indonesia Drum & Percussion Festival (IDPF), mempunyai visi dan misi untuk generasi penerus yang cerdas, ramah lingkungan, santun dan hidup sehat. IDPF sudah tidak menjadikan produsen rokok sebagai sponsor. “Saya merokok tapi anak-anak saya tidak” kata Ekki. Saat merokok pun tidak dilakukan di dalam rumah. Bapak 3 anak ini mengatakan bahwa anaknya tidak ada yang merokok.

Muhammad Joni

Moca Pramita menanyakan kepada Muhammad Joni “Bagaimana cara kita mendukung (memaksa) pemerintah agar punya Undang-Undang untuk melarang iklan rokok”? Pak Muhammad Joni sebagai Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau Bidang Hukum dan Advokasi berkata “Kita sampaikan melalui aspirasi, tweet dan tulisan. Justru Undang-Undang dibuat berdasarkan aspirasi rakyat”.

Di akhir acara foto bersama narasumber dengan kaos yang bertuliskan Keren Tanpa Rokok. Seluruh peserta yang hadir termasuk saya juga mendapat kaos tersebut, yang akan saya pakai agar semua orang tahu bahwa tanpa rokok kita tetap keren. Semoga apa yang kita harapkan bisa menjadi kenyataan karena iklan rokok yang ditayangkan di media penyiaran menggunakan frekuensi milik publik, seyogianya digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan publik. Termasuk digunakan untuk memberikan perlindungan anak dari eksploitasi iklan dan promosi rokok agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal seperti yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28 B Ayat (2).

Sarah Sechan " Saya Tidak Merokok"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mampir dan berkomentar. Komentar spam akan saya hapus.

Wujudkan Impian Ciptakan Rumah Nyaman Listrik Aman

  Sebagai ibu rumah tangga keseharian saya di rumah tak bisa lepas dari penggunaan listrik. Dari mulai masak nasi, mencuci, menyetrika. Saya...