Keren Tanpa Rokok
Yuk Dukung Stop Iklan Rokok
Kemarin tanggal 10 Februari 2017
bertempat di Will’s Kitchen, Veranda Hotel yang terletak di Jalan Kyai Maja no.
63 Blok M Jakarta Selatan, saya hadir di acara talk show yang membahas tentang
“Mengapa Iklan Rokok Seharusnya Tidak Ada?
Acara ini dihadiri oleh figur publik
yang patut dijadikan contoh bagi masyarakat bahwa tidak seharusnya kita
menerima begitu saja informasi dalam iklan rokok dan bahwa seharusnya iklan
rokok dilarang total di semua media penyiaran. Para narasumber yang hadir
diantaranya:
1. Sarah
Sechan
2. RTM
Masli
3. Muhammad
Joni
4. Soekarno
Ekki
5. Moca
Pramita
Rokok adalah zat adiktif
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal
113 ayat 2 yang secara tegas menyatakan bahwa produk tembakau padat, cair dan
gas bersifat adiktif. Rokok sebagai produk adiktif mengandung 7000 bahan kimia,
70 diantaranya bersifat karsinogenik (Surgeon General, USA, 2010) dan merokok
merupakan penyebab kematian terbesar di dunia.
Setelah semua berkumpul acara dimulai
oleh moderator Moca Pramita yang
mengajak seluruh peserta selfi sambil berkata STOP IKLAN ROKOK. Narasumber
pertama yang disapa adalah Sarah Sechan seorang figur publik sekaligus ibu
seorang anak yang berusia remaja. Pertanyaan dari Moca untuk Sarah “Bagaimana
cara menegur orang yang sedang merokok di tempat umum”? Sarah menjelaskan bahwa
pernah di tempat parkir saat bersama anaknya ada yang merokok. Sarah berusaha
sesantun mungkin berkata “Maaf pak saya sudah duluan berada di sini dan ada
keperluan bersama anak saya, tolong jangan merokok di sini”. Walaupun itu
tempat umum tapi kita berhak menegur demi kesehatan anak-anak kita.
Karena seperti kita ketahui ada
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 59 dan pasal 67
yang jelas mengatakan bahwa “Anak yang menjadi korban zat adiktif dikategorikan
sebagai anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Negara dan pemerintah wajib
bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus melalui upaya pengawasan,
pencegahan, perawatan dan rehabilitasi kepada anak yang menjadi korban zat
adiktif termasuk rokok”.
Lanjut ke narasumber kedua Bapak
RTM Masli, seorang praktisi periklanan yang sudah berpengalaman selama 40 tahun. Menurut Pak Masli orang Indonesia
itu kreatif, semakin dilarang akan semakin pintar mencari celah. Apa yang kita
lihat dari iklan rokok adalah iklan rokok yang mempengaruhi dan berusaha
meningkatkan konsumsi rokok dengan cara seakan-akan merokok itu baik, keren dan
hebat.
Seperti kata literatur tentang
iklan rokok, untuk meningkatkan konsumsi rokok dengan cara:
1. Menciptakan
kesan bahwa pengguna rokok adalah sesuatu yang baik dan biasa.
2. Mendorong
perokok untuk meningkatkan konsumsinya.
3. Mengurangi
motivasi orang untuk berhenti merokok.
4. Mendorong
anak-anak untuk mencoba merokok.
5. Mengurangi
peluang diskusi terbuka tentang bahaya rokok karena adanya pendapatan dari
iklan industri rokok (US Surgeon General dalam Komisi Nasional Perlindungan
Anak 2012).
Masih menurut Pak Masli “Lemahnya
pengaturan iklan rokok dan agresivitas iklan dan promosi rokok di media
penyiaran berdampak pada meningkatnya prevalensi perokok anak. Bahkan menurut Survei
Sosial Ekonomi Nasional 2004 dalam kurun
waktu kurang dari 10 tahun perokok remaja usia antara 10-14 tahun meningkat hampir
2 kali lipat, yaitu 9,5 % pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010. Dan
70% perokok mulai merokok sebelum usianya mencapai 19 tahun.
Undang-Undang No 32 Tahun 2002
tentang penyiaran yang mengatur iklan rokok di media penyiaran hanya membatasi
bahwa iklan rokok tidak boleh menampilkan wujud rokok. Pada prakteknya aturan
ini malah menjadi justifikasi keberadaan iklan rokok di media penyiaran.
Indsutri rokok dengan sangat kreatif mengemas materi iklan rokok dengan
mengasosiasikan merokok dengan citra keren, gaul, macho, setia kawan, percaya
diri dan sebagainya, sehingga seolah-olah merokok itu mempresentasikan diri
sesuai dengan citra yang ditampilkan dalam iklan rokok.
Tabel Iklan Rokok Di Televisi
Oleh karena itu iklan dan promosi
rokok di media penyiaran haruslah dilarang secara menyeluruh sebagai usaha
pencegahan anak menjadi perokok pemula agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara maksimal sesuai dengan hak konstitusionalnya.
Berbagai studi menunjukkan bahwa
iklan rokok mempengaruhi persepsi remaja tentang rokok dan perilaku merokok. Di
Indonesia 92% remaja putri pernah melihat iklan rokok di televisi dalam
berbagai bentuk, termasuk sponsorship di acara budaya dan olahraga, sehingga
memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk merokok dibanding mereka yang kurang
mendapat paparan pesan rokok (Laporan SEATCA 2009). Sedangkan pada remaja
putra, mereka yang merokok meningkat dari 13,7% pada tahun 1995 menjadi 38,4%
pada tahun 2010 (TCSC-IAKMI 2012). Iklan rokok di televisi banyak muncul di
acara-acara berklasifikasi R-BO (Remaja - Bimbingan orang tua) yang sudah dimulai
jauh sebelum pukul 21.30. Dengan demikian anak-anak dan remaja yang menonton
acara tersebut akan terpapar iklan rokok saat menonton tayangan favoritnya di televisi.
Soekarno Ekki sebagai pemain drum
sekaligus penggagas Indonesia Drum & Percussion Festival (IDPF), mempunyai
visi dan misi untuk generasi penerus yang cerdas, ramah lingkungan, santun dan
hidup sehat. IDPF sudah tidak menjadikan produsen rokok sebagai sponsor. “Saya
merokok tapi anak-anak saya tidak” kata Ekki. Saat merokok pun tidak dilakukan
di dalam rumah. Bapak 3 anak ini mengatakan bahwa anaknya tidak ada yang
merokok.
Moca Pramita menanyakan kepada
Muhammad Joni “Bagaimana cara kita mendukung (memaksa) pemerintah agar punya
Undang-Undang untuk melarang iklan rokok”? Pak Muhammad Joni sebagai Pengurus
Komnas Pengendalian Tembakau Bidang Hukum dan Advokasi berkata “Kita sampaikan
melalui aspirasi, tweet dan tulisan. Justru Undang-Undang dibuat berdasarkan
aspirasi rakyat”.
Di akhir acara foto bersama
narasumber dengan kaos yang bertuliskan Keren Tanpa Rokok. Seluruh peserta yang
hadir termasuk saya juga mendapat kaos tersebut, yang akan saya pakai agar
semua orang tahu bahwa tanpa rokok kita tetap keren. Semoga apa yang kita
harapkan bisa menjadi kenyataan karena iklan rokok yang ditayangkan di media
penyiaran menggunakan frekuensi milik publik, seyogianya digunakan
sebaik-baiknya untuk kepentingan publik. Termasuk digunakan untuk memberikan
perlindungan anak dari eksploitasi iklan dan promosi rokok agar anak dapat
tumbuh dan berkembang secara maksimal seperti yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal
28 B Ayat (2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah mampir dan berkomentar. Komentar spam akan saya hapus.